Senin, 14 Januari 2013

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
HASIL KEGIATAN MGMP SMP TAHUN 2012


Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) SMP Kabupaten Kuningan telah menyelenggarakan kegiatan desiminasi berupa Lomba Karya Tulis Ilmiah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Hasil Kegiatan MGMP SMP Tahun 2012 pada hari Kamis, 27 Desember 2012 bertempat di Gedung Guru (PGRI) Jl. Pramuka 65 A Kuningan.
Kegiatan yang merupakan puncak kegiatan MGMP SMP Tahun 2012 ini bertujuan untuk memfasitasi guru dalam meningkatkan kemampuan menulis, melaporkan dan mempresentasikan hasil karya tulis ilmiah yang telah dilakukan. “Dengan kegiatan ini, para guru dapat terfasilitasi untuk  mendesimisasikan dan mempublikasikan hasil karya tulisnya” demikian Adang Kusdiana, M.Pd., ketua Forum MGMP SMP, menjelaskan.   
Lomba dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuningan, Bapak Drs. H. Maman Suparman, MM. Dalam sambutannya, sebelum membuka lomba secara resmi, beliau menyampaikan ucapan terima kasih kepada forum MGMP SMP yang telah melaksanakan inovasi dengan melaksanakan Lomba Karya Tulis Ilmiah ini. “Semoga melalui kegiatan ini menjadikan guru terbiasa menulis dan meneliti hasil pengajaran di kelasnya masing-masing yang sangat bermanfaat untuk peningkatan kualitas pengajaran dan pendidikan.” demikian harapan yang disampaikan Kadisdikpora.
Selain Kadisdikpora, hadir pula Ketua MKKS SMP, Bapak H. E. Ridwan Solich, M.M.Pd. yang sangat mengapresiasi kegiatan ini. Dalam sambutannya beliau berharap Forum dapat mengembangkan Lomba lebih luas lagi dengan melibatkan semua SMP yang ada di Kabupaten Kuningan.
  Lomba yang dihadiri para pengurus dan peserta MGMP tiap mata pelajaran ini, diikuti oleh 7 peserta terpilih, setelah sebelumnya mereka lolos dalam babak penyisihan yang diikuti 22 peserta perwakilah MGMP dengan mengajukan laporan hasil penelitiannya. Ketujuh peserta tersebut antara lain : Dede Siti Nurlaela,S.Pd (SMPN 1 Japara), Liseu Kurniati,S.Pd (SMPN 5 Kuningan), Yoyoh Sadiyah,S.Pd (SMPN 2 Kuningan), Imas Purnamasari,S.Pd (SMPN 3 Kuningan), Tati,S.Pd (SMPN 1 Pancalang), Kusnati,S,Pd.M.M (SMPN 3 Ciawigebang) dan Nia Winianingsih,M.Pd (SMPN 1 Cigandamekar).
Diakhir kegiatan, sebelum lomba ditutup oleh Kasi SMP Disdikpora; Ibu Dra. Hj. Sri, M.Pd, dewan juri yang semuanya dari unsur Pengawas; Dr. Uhar Suharsaputra, Drs. Setia Amar,M.M.Pd dan Yeti, M.Pd berhasil menetapkan 3 (tiga) pemenang lomba sebagai berikut :
Juara I    : Kusnati, M.M.Pd (SMPN 3 Ciawigebang)
Juara II    : Liseu Kurniati, S.Pd (SMPN 5 Kuningan)
Juara III    : Tati, S.Pd (SMPN 1 Pancalang).***

Selamat untuk para pemenang. Semoga menjadi pelopor dalam kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) di Kabupaten Kuningan.

HOT SHOT KEGIATAN LOMBA KTI PTK HASIL KEGIATAN MGMP SMP TAHUN 2012


Presentasi Para Peserta Lomba





Peserta dan Pengunjung



Memberi Selamat Kepada Para Pemenang Lomba


NARASUMBER KEGIATAN MGMP SMP KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2012
Narasumber MGMP SMP antara lain sebagai berikut :

    Drs.H.Maman Suparman, MM
    Kadisdikpora

 
     Drs. Agus Sadeli, M.Pd
     Sekdis





 
     Dra. Hj. Sri, M.Pd
     Kasi SMP

    Dr. Uhar Suharsaputra
    Pengawas Dikmen

 


    H. E. Ridwan Solich, M.M.Pd.
    Ketua MKKS SMP


FORUM MGMP SMP KABUPATEN KUNINGAN




    Ketua 

    Drs. Wowo Wibawa, M.M.Pd.
    Sekretaris






BROKEN SQUARE SEBAGAI MEDIA DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MENULIS NASKAH DRAMA DI KELAS VIII E SMPN 3 KUNINGAN


Oleh :
 Imas Purnamasari (SMPN 3 Kuningan)

ABSTRAK

Masalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dalam menulis naskah drama menjadi perhatian penulis untuk dicari jalan keluarnya melalui media pembelajaran Broken Square.

Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media pembelajaran Broken Square dapat meningkatkan aktiitas dan hasil belajar siswa dalam menulis naskah drama di kelas VIII E SMPN 3 Kuningan.

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu dengan menentukan rata-rata nilai yang diperoleh dari aktivitas belajar serta ketuntasan belajar siswa. Data-data diperoleh dari hasil observasi dan tes akhir.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa media pembelajaran Broken Square dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata sebesar 80,78 dengan tingkat ketuntasan 84,2% dan termasuk pada kategori sangat baik.

Salah satu kegiatan dalam MGMP adalah berdiskusi, berbagi pengalaman, yang didukung oleh sikap keterbukaan,kekeluargaan dan kebersamaan. Dalam pembelajaran  dan penerapan materi  yang  jadi fokus dalam kegiatan ini adalah membuat karya tulis ilmiah “Penelitian Tindakan  Kelas”. Kegiatan ini dilaksanakan di  SMP Negeri 1  Ciawigebang pada pertemuan  ke-2, yang merupakan rangkaian kegiatan MGMP  Bahasa Indonesia Gugus Luragung sebanyak 16 pertemuan.  Diskusi kelompok memungkinkan guru peserta  saling berbagi, saling mengisi dan sharing tentang PTK.

UPAYA PENERAPAN METODE INQUIRY PADA PEMBELAJARAN PKn STANDAR KOMPETENSI KONSTITUSI YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER 1 SMPN 4 CIAWIGEBANG KABUPATEN KUNINGAN


Oleh :
 Atang Jatnika (SMPN 4 Ciawigebang)

ABSTRAK

PenelitianTindakan Kelas (PTK) ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ciawigebang Kabupaten Kuningan yang berjumlah 28 orang siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan metode Inquiry sehingga pembelajaran dapat bermakna dan menyenangkan. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan langkah-langkah yang tepat dalam penggunaan metode Inquiry.
Variabel penelitian adalah  1). Penggunaan metode Inquiry dan 2). Aktivitas dan prestasi siswa dalam belajar; Antusias siswa dalam mengikuti pelajaran; Membaca referensi; Partisipasi siswa dalam belajar; Kerjasama kelompok; Ketepatan melaksanakan tugas; hasil nilai tes. Untuk menganalisis data diambil dari hasil dari isian angket, observasi (pengamatan) dan wawancara, yang kemudian direfleksi dan dianalisis dengan deskriptif komparatif yaitu membandingkan pada kondisi awal, siklus I, siklus II maupun dengan indikator kinerja.
Prosedur penelitian ini terdiri dari 2 siklus. Setelah dilakukan penelitian selama 2 siklus, diperoleh perubahan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dari kondisi awal, siklus I hingga akhir dari siklu II. Dari data yang diperoleh terjadi peningkatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran di kelas VIII sebesar 18,55 % dari kondisi awal 70,08% menjadi 88,63% pada akhir siklus II. Meskipun peningkatan aktivitas siswa pada siklus II dibanding siklus I, tetapi terjadi kenaikan dalam keberhasulan siswa dalam mencapai ketuntasan belajar. Kenaikan pada ketuntasan belajar siswa dari 47,25% menjadi 87,35%. Dengan demikian secara klasikal keseluruhan nilai ketuntasan belajar siswa sudah mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 7,00.
Hal ini setidaknya telah memberikan perubahan lebih baik pada aktivitas siswa dalam minat belajar di kelas.
Dari penelitian ini guru peneliti memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru tentang penerapan model pembelajaran dengan metode pendekatan Inquiry yang diperbaharui. Suasana kelasmenjadi lebih mendorong proses berfikir secara aktif dan hidup, sehingga mengurangi budaya diam dan lesu dalam pembelajaran di kelas VIII SMPN 4 Ciawigebang Kabupaten Kuningan.

 Nara Sumber ; Bapak. Mohamad Muhtar, S.Pd, M.Pd.  sedang  memberikan materi tentang pembuatan Penelitian  Tindakan Kelas (PTK) dalam kegiatan  MGMP  PKn SMP Gugus Ciawigebang yang dilaksana-
kan pada tanggal  8 November 2012  berempat di SMPN 1 Kalimanggis.

.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ECHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VII C DI SMPN 3 CIAWIGEBANG KABUPATEN KUNINGAN


Oleh :
 Kusnati, M.M.Pd (SMPN 3 Ciawigebang)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti, observer dan subyek yang diteliti. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika pada siswa kelas VIIC di SMPN 3 Ciawigebang melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIC di SMPN 3 Ciawigebang Kabupaten Kuningan yang terdiri dari 32 siswa, dengan komposisi perempuan 10 siswa dan laki-laki 22 siswa. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013. Proses penelitian tindakan kelas ini dilakukan dua siklus, setiap siklus satu kali terdiri dari empat tindakan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Akhir dari setiap siklus dilaksanakan tes mengunakan instrumen soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar pada siklus pertama memperoleh nilai 60 dan siklus kedua memperoleh nilai 82. Begitu pula dengan hasil observasi siswa menunjukkan adanya peningkatan pada partisipasi dan aktivitas siswa dengan memperoleh nilai persentase pada siklus pertama 61,5% berkategori cukup dan siklus kedua mencapai 82% berkategori baik. Sedangkan dari hasil observasi kinerja guru diperoleh nilai keterlaksanaan aspek pengamatan pada siklus pertama sebesar 70% dan pada siklus kedua berhasil 100%. Penelitian ini berkesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika pada kelas VIIC di SMPN 3 Ciawigebang Kabupaten Kuningan. Selain itu penerapan model model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) ini dapat meningkatkan partisipasi dan aktivitas siswa dalam pembelajaran.  ***

Ibu Kusnati, M.M.Pd., Juara I Lomba KTI PTK Hasil Kegiatan MGMP SMP Kabupaten Kuningan Tahun 2012.

MGMP TIK GUGUS CIAWIGEBANG GELAR DIKLAT PENINGKATAN KOMPETENSI,

PROFESIONALISME DAN PENGEMBANGAN KARIR PTK TAHUN 2012


Susunan Kepengurusan MGMP TIK gugus ciawigebang
Ketua         : Achmad Nuryana, S.Kom
Sekretaris    : Nani Sugiarningsih, S.Kom
Bendahara    : Nana Sumarna, S.Pd
Guna meningkatkan kemampuan guru khususnya guru bidang studi TIK, terutama dalam penelitian tindakan kelas, Penyusunan Silabus/ RPP, pembuatan karya tulis ilmiah dan pembuatan media pembelajaran interaktif, maka Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) mengadakan pendidikan dan latihan (diklat) mulai bulan Oktober dan berakhir pada tanggal 3 Desember 2012.
Kegiatan yang digelar diSMPN 1 Sindangagung Kecamatan Sindangagung  sebagai sekretariat MGMP TIK ini diikuti 32 peserta. Mereka adalah guru TIK perwakilan dari 22 sekolah negeri dan swasta yang ada di gugus ciawigebang, gugus luragung serta dari gugus kuningan. Kegiatan yang dibuka oleh Drs. Agus Sadeli, M.Pd sebagai Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kuningan Sedangkan pemberi materi selama kegiatan berlangsung diantaranya DR. Uhar Suharsaputra, M.Pd dari (Pengawas Disdikpora sekaligus Akademisi dari Uniku), Drs. Setia Amar, M.Pd (Korwas Disdikpora kab. Kuningan), H. Yayat Suhadiyat, M.Pd (Pengawas TIK Disdikpora), Dery Daryaman, S.Pd (Ketua MGMP TIK Kab. Kuningan) dan Achmad Nuryana, S.Kom (Ketua MGMP TIK gugus Ciawigebang).
Kegiatan ini sangatlah penting artinya bagi kami sebagai guru TIK dimana tidak semua guru TIK berlatar belakang pendidikan komputer oleh karena itu melalui program bantuan peningkatan kompetensi, profesionalisme, dan pengembangan karir PTK dikdas melalui MGMP SMP ini sangat bermanfaat.
Acara penutupan kegiatan MGMP TIK ini oleh kepala sekolah SMPN 1 Sindangagung H. Suherman, M.Pd sekaligus sebagai ketua sanggar MGMP TIK yang dalam sambutan penutupannya bahwa ilmu yang didapat selama diklat ini diharapkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri khususnya dan umumnya mengamalkan bagi guru bidang studi lainnya.***
DR. Uhar Suharsaputra, M.Pd sedang memberikan materi penelitian tindakan kelas kepada peserta MGMP TIK gugus Ciawigebang didampingi oleh ketua sanggar H. Suherman, M.Pd

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING  TEKNIK THINK PAIR SHARE  (TPS)  DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 2 Darma Tahun Pelajaran 2011/2012)
.
Oleh : Neni Santosa

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk mengetahui bagaimana aktivitas dan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII C SMP Negeri 2 Darma yang menerapkan cooperative learning teknik Think Pair Share (TPS) . Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Hasil  Penelitian menunjukan bahwa penerapan metode Think Pair Share (TPS) ternyata dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar matematika. Oleh karena itu dengan hasil tersebut diharapkan para guru dapat menggunakan metode TPS dalam upaya meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Kata Kunci :  cooperative learning, teknik TPS, aktivitas dan prestasi.

PENDAHULUAN
.
Matematika  merupakan dasar dari semua bidang ilmu telah diperkenalkan kepada siswa sejak dini, namun tidak jarang siswa di sekolah masih merasa kesulitan untuk mencerna dan memahaminya. Oleh karena itu sebagian besar siswa di sekolah masih menganggap matematka adalah pelajaran yang rumit dan memeras otak. Ruseffendi (1991:15) menyatakan bahwa,” Matematika (ilmu pasti) bagi siswa pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan sebagai mata pelajaran yang dibenci”.
Oleh karenanya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah praduga negative itu, namun sebagai guru setidaknya harus bisa mengurangi praduga negative walau hanya sedikit dan memerlukan waktu yang panjang. Langkahnya bisa dengan memotivasi untuk belajar Matematika dengan mengadakan pendekatan personal yang baik ataupun menggunakan berbagai metode yang bervariasi.
SMP Negeri 2 Darma merupakan SMP yang ada di wilayah kecamatan Darma. Pada tahun pelajaran baru biasanya siswa-siswa yang melanjutkan sekolah ke SMP 2 Darma relatif sedikit karena letak georafisnya kurang strategis. Selain itu sarana transportasi untuk menuju ke sekolah juga  kurang memadai. Belum lagi masih ada beberapa orang tua siswa yang kurang menyadari pentingnya pendidikan, sehingga terkadang mereka seolah tak perduli bila putera puterinya mogok dan tidak mau melanjutkan sekolah. Hal tersebut menjadi tantangan bagi semua personil guru agar dapat mengubah dan menjadikan SMP N 2 Darma menjadi yang terbaik. Melalui pembuatan PTK penulis yakin setidaknya dapat meningkatkan prestasi siswa dalam belajar melalui penerapan model pembelajaran yang bervariasi. 
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di SMP Negeri 2 Darma untuk mata pelajaran matematika kelas VIII dapat disimpulkan bahwa dalam penyampaian materi pelajaran kebanyakan menggunakan metode ekspositori dengan prestasi belajar rata –rata berkisar antara 50 – 60. Oleh karena itu pemilihan metode dan penggunaan media harus tepat, sehingga memungkinkan peserta didik untuk dapat mencerna materi pelajaran matematika dengan baik.
Dalam proses belajar mengajar suasana kelaspun perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk menyukai proses pembelajaran. Dalam suasana belajar yang penuh persaingan dan mengisolasikan siswa. Suasana seperti ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif. Oleh kareana itu, guru perlu menciptakan suasana belajar sedemikian sehingga siswa bekerjasama secara gotong royong (cooperative larning).
Salah satu teknik yang ada dalam cooperative learning adalah teknik TPS (Think-Pair-Share). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Coperative learning teknik TPS (Think-Pair-Share) sama sekali belum pernah diterapkan. Dalam hal ini saya tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas tentang Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Think Pair Share (TPS) dalam upaya meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika.
Rumusan  dan Batasan Masalah
1.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
a.    Apakah penerapan cooperative learning Teknik Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa ?
b.    Apakah penerapan cooperative learning Teknik Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa?
2.    Batasan Masalah
Masalah yang akan diteliti dibatasi pada permasalahan penggunaan metode pembelajaran, yaitu:
a.    Teknik Think Pair Share merupakan teknik yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. TPS memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain.
b.    siswa yang akan diteliti adalah siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri 2 Darma Kabupaten Kuningan tahun ajaran 2010/2011;
c.    Pada penelitian ini Aktivitas belajar yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang diorientasikan. 
d.    Sedangkan prestasi belajar matematika adalah hasil tes pada pokok bahasan keliling dan luas lingkaran;

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika yang menerapkan cooperative learning Teknik Think Pair Share(TPS).
2.    Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika yang menerapkan cooperative learning Teknik Think Pair Share (TPS).

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut:
1.    Memberikan gambaran tentang penerapan model pembelajaran cooperative learning teknik think pair sahare (TPS) pada kelas VIII C.
2.    Memberikan motivasi kepada para guru matematika untuk senantiasa melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning teknik think pair sahare (TPS).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hal ini dipilih sesuai dengan karakteristik permasalahan serta tujuan penelitian, adapun data yang diperoleh berdasarkan lembar observasi aktivitas siswa dan hasil tes. Sedangkan alur penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1.    subjek penelitian adalah siswa kelas  VIII C dengan jumlah 16 orang.
2.    Prosedur Penelitian sebagai berikut
a.    Identifikasi masalah
b.    Perencanaan persiapan tindakan
c.    Pelaksanaan tindakan
d.    Evaluasi
e.    Analisis dan refleksi
3.    Instrument penelitian
a.    Observasi
b.    Tes
4.    Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari hasil observasi dan tes tertulis. Observasi melalui pengamatan aktivitas belajar siswa dan Tes tertulis terdiri dari tes formatif dan tes sub sumatif.
Pada penelitian ini, tes formatif dilakukan setiap akhir pertemuan dan tes sub sumatif dilakukan pada akhir pembelajaran. Tingkat penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi pokok keliling dan luas lingkaran dapat dilihat dari hasil tes ini. Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi siswa pada setiap pembelajaran guna  memperoleh data aktivitas belajar siswa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pertemuan Pembelajaran dan Refleksi
1.    Pembelajaran  Siklus I
Tabel 4.1
Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Pertama 
 2.    Pembelajaran  Siklus II
Tabel 4.2
Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Kedua

3.    Pembelajaran  Siklus III
Tabel 4.3
Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Ketiga

Data Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini diukur dari ketercapaian dan ketuntasan hasil belajar siswa. Data hasil prestasi belajar diperoleh dari tes formatif. Untuk memperoleh gambaran tentang prestasi belajar siswa dilihat dari ketuntasan belajar perorangan dan ketuntasan keseluruhan. Ketuntasan belajar siswa dikatakan tuntas apabila persentase penguasaan  kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM untuk materi pokok Luas Lingkaran di SMP Negeri 2 Darma tahun pelajaran 2010/2011 ditetapkan 60. Selanjutnya dari ketuntasan belajar siswa perorangan dapat ditentukan ketuntasan belajar siswa keseluruhan. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil tes formatif yang diperoleh dari hasil penelitian.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif
 
Dari tabel 4.4 dapat dibuat grafik ketuntasan belajar kelas hasil tes formatif sebagai berikut.

Gambar 4.1
Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Pada model pembelajaran cooperative learning tipe TPS  diberikan pula penghargaan tiap kelompok berdasarkan kemampuan hasil nilai siswa sebagai berikut.

Tabel 4.7
Penghargaan Kelompok

Berdasarkan table 4.7 rata – rata nilai peningkatan yang diperoleh untuk kelompok segitiga memperoleh peringkat pertama, kelompok Bintang memperoleh peringkat kedua, kelompok Cinta memperoleh peringkat ketiga dan kelompok lingkaran memperoleh peringkat ke empat.
Dari tabel 4.6 dapat dibuat grafik  sebagai berikut.

Gambar 4.2
Penghargaan Kelompok

Pembahasan

Aktivitas Belajar Siswa
Dari mulai pembelajaran I sampai dengan pembelajaran III aktivitas siswa mengalami peningkatan kearah yang lebih baik sebagai akibat dari adanya refleksi. Siswa kelas VIII C SMPN 2 Darma merasakan adanya nuansa baru dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Aktivitas diskusi antar siswa dalam satu kelompok meningkat, keberanian untuk bertanya dan menjawab serta keterampilan sosial siswa mengalami peningkatan terutama dalam berbagi tugas kelompok bertanggung jawab dalam kelompok, menghargai pendapat siswa lain serta kemampuan bersaing untuk meningkatkan prestasi. Sehingga suasana pembelajaran di kelas menjadi hidup dan siswa lebih aktif. Jadi dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS ternyata dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
  
Prestasi Belajar Siswa
Dari hasil analisis terlihat bahwa persentase prestasi belajar siswa dari mulai pembelajaran pertama sampai dengan pembelajaran ketiga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan siswa memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan keinginan untuk memperoleh nilai yang baik sehingga interaksi siswa dalam kelompok terus meningkat, terutama dalam hal berbagi pengetahuan dari siswa yang pandai ke siswa yang kurang pandai.

Siswa terlebih dahulu belajar di rumah karena setiap akhir pembelajaran akan diadakan tes, sehingga waktu yang tersedia digunakan dengan sebaik-baiknya. Jadi dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TPS, ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada materi pokok luas lingkaran.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan hasil refleksi pembelajaran model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.     Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2.    Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.
1.    Bagi siswa, dengan penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), merupakan pengalaman baru dalam pembelajaran matematika maka jadikanlah ini sebagai suatu awal untuk meningkatkan  aktivitas dan prestasi belajar.
2.    Bagi sekolah, dengan penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) bisa menjadi masukkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan matematika, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
3.    Bagi peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian yang serupa dengan materi pokok yang lain karena penerapan pembelajaran model kooperatif Think Pair Share (TPS)  dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.  ***

Ibu Neni Santosa, S.Pd. (paling kiri) dalam kegiatan MGMP Matematika Gugus 2 Kuningan.

TEOREMA PYTHAGORAS

Artikel Karya  SITI KHASANAH,S.Pd
(MGMP MATEMATIKA GUGUS LURAGUNG)


Theorema Pythagoras dinamakan oleh ahli matematika yunani kuno yaitu phytagoras yang dianggap sebagai orang yang pertama kali memberikan bukti teorema ini. Akan tetapi, banyak orang yang percaya bahwa terdapat hubungan kusus antara sisi dari sebuah segi tiga siku-siku jauh sebelum Pythagoras menemukannya.



Theorema Pythagoras memainkan peran yang sangat signifikan dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan matematika. Misalnya untuk membentuk dasar trigonometri dan bentuk aritmatika, dimana bentuk ini menggabungkan geometri dan aljabar. Teorema ini adalah sebuah hubungan dalam Geometri Euclides diantara tiga sisi dari segi tiga siku-siku. Hal ini menyatakan bahwa “Jumlah dari persegi yang dibetuk dari panjang dua sisi siku-sikunya akan sama dengan jumlah persegi yang dibentuk dari panjang hipotenusa-nya”.
.
Secara matematis, teorema ini biasanya ditulis sebagai : a2 + b2 = c2 , dimana a dan b mewakili panjang dari dua sisi lain segitiga siku-siku dan c mewakli panjang dari hipotenusanya (sisi miring).

Sejarah
.
Sejarah dari Theorema Pythagoras dapat dibagi sebagai berikut:
1.    Pengetahuan dari Triple Pythagoras
2.    Hubungan antara sisi-sisi dari segi tiga siku-siku dan sudut-sudut yang berdekatan,
3.    Bukti dari teorema.
.
Sekitar 4000 tahun yang lalu, orang Babilonia dan orang Cina telah menyadari fakta bahwa sebuah segitiga siku-siku. Mereka menggunakan konsep ini untuk membangun sudut siku-siku dan merancang segitiga siku-siku dengan membagi panjang tali kedalam 12 bagian yang sama, seperti sisi pertama pada segitiga adalah 3, sisi kedua adalah 4, dan sisi ketiga adalah 5 satuan panjang.
Sekitar 2500 tahun SM, Monument Megalithic di Mesir dan Eropa Utara terdapat susunan segitiga siku-siku denga panjang sisi yang bulat. Bartel Leendert van der Waerden menghifotesis-kan bahwa Tripel Phythagoras diidentifikasi secara aljabar. Selama Pemerintahan Hammurabi the Great (1790 – 1750 SM), tablet Plimpton Mesopotamian 32 terdiri dari banyak tulisan yang terkait dengan Tripel Phythagoras diidentifikasi secara aljabar. Di india (Abad ke-8 sampai ke-2 sebelum masehi), terdapat Baudhayana Sulba Sutra yang terdiri dari dari daftar Tripel Phythagoras yaitu pernyataan dari terdiri dari dari daftar Tripel Phythagoras yaitu pernyataan dari dalil dan bukti geometris dari teorema untuk segitiga siku-siku sama kaki.
.
Phythagoras (569-475 SM) menggunakan metode aljabar untuk membangun Tripel Pythagoras. Menurut Sir Thomas L. Heath, tidak ada penentuan sebab dari teorema ini selama hampir lima abad setelah Phythagoras menuliskan teorema ini. Namun, penulis seperti Plutarch dan Cicero mengatributkan teorema ke Phythagoras sampai atribusi tersebut diterima dan dikenal secara luas. Pada 400 SM, Plato mendirikan sebuah metode untuk mencari Tripel Phythagoras yang baik dipadukan dengan aljabar dan geometri. Sekitar 300 SM, elemen Euclid (bukti aksiomatis yang tertua) meyajikan teorema tersebut. Teks Cina Chou Pei Suan Ching yang ditulis antara 500 SM sampai 200 sesudah masehi memiliki bukti visual dari Teorema Phythagoras atau disebut dengan “Gougu Theorem” (sebagaimana diketahui di Cina) untuk segitiga berukuran 3, 4, dan 5. Selama Dinasti Han (202 SM - 220 M), Tripel Phythagoras muncul di Sembilan Bab pada Seni Matematika seiring dengan sebutan segitiga siku-siku. Rekaman pertama menggunakan teorema berada di Cina sebagai 'Theorem Gougu', dan di india dinamakan “ Bhaskara Theorem”.
.
Namun, hal ini belum dikonfirmasi apakah Phythagoras adalah orang pertama yang menemukan hubungan antara sisi dari segitiga siku-siku, karena tidak ada teks yang ditulis olehnya yang ditemukan. Walaupun demikian, nama Pythagoras telah dipercaya untuk menjadi nama yang sesuai untuk teorema ini.***

Bapak   Akhmad  Sudrajat, M. Pd., Pengawas  BP/BK  Disdikpora  Kuningan  ketika
menjadi Nara Sumber sedang berdiskusi dengan peserta MGMP Matematika Gugus
Cibeureum tentang  Analisis Data dalam PTK. Pertemuan tanggal 1 Desember 2012
di SMP Negeri 2 Cibeureum.

MITOS MATEMATIKA YANG MENYESATKAN

Melly Heliarman, S.Pd.

Banyak mitos menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak menyukai matematika. Akibatnya, mayoritas siswa kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan lantaran tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari matematika.
Meski banyak, namun ada lima mitos sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika.
Mitos pertama, matematika adalah ilmu yang sangat sukar sehingga hanya sedikit orang yang atau siswa dengan IQ minimal tertentu yang mampu memahaminya. Ini jelas menyesatkan. Meski bukan ilmu yang termudah, matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif mudah jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Sebagai contoh, amati perbandingan soal untuk siswa kelas 6 sebuah SD swasta berikut.
Soal pertama : Sebutkan 3 tarian khas daerah Kalimantan Tengah!
Soal kedua : Sebuah lingkaran dibagi menjadi tiga buah juring dengan perbandingan masing-masing sudut pusatnya adalah 2 : 3 : 4, maka hitung besar masing-masing sudut pusat ketiga juring tersebut!
Ternyata, persentase siswa yang menjawab benar soal kedua lebih besar dibandingkan persentase siswa yang menjawab benar soal pertama.
Tanpa ingin mengundang perdebatan, contoh di atas menunjukkan bahwa matematika bukanlah ilmu yang sangat sukar. Soal matematika terasa sulit bagi siswa-siswa kita karena mereka tidak memahami konsep bilangan dan konsep ukuran secara benar semasa di sekolah dasar. Jika konsep bilangan dan ukuran dikuasai, maka pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.
Mitos kedua, matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini membuat siswa malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat.
Sebagai contoh, ada soal berikut.  Benny merakit sebuah mesin 6 jam lebih lama daripada Ahmad. Jika bersamasama mereka dapat merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa lama waktu yang diperlukan oleh Ahmad untuk merakit sebuah mesin sendirian ? Seorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat.
Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihapal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan
kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
Mitos ketiga, matematika selalu berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang, berhitung adalah bagian tak terpisahkan dari matematika, terutama pada tingkat SD. Tetapi, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan analisis (penalaran) terhadap permasalahan (soal) untuk kemudian mentransformasikan ke dalam model dan bentuk persamaan matematika. Jika permasalahan (soal) sudah tersaji dalam bentuk persamaan matematika, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itu pun bukan sebagai sesuatu yang mutlak, sebab pada saat ini telah banyak beredar alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos yang lebih tepat adalah matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran.
Mitos keempat, matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta menunjukkan bahwa matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang mampu berpikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada konsep model matematika, goneometri, dan kalkulus. Hampir semua teori-teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika.
Mitos kelima menyebutkan, matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walau jawaban (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya boleh bermacam-macam. Sebagai contoh, untuk mencari solusi dari dua buah persamaan, dapat digunakan tiga cara yaitu metode subtitusi, eliminasi, dan grafik. Contoh lain, untuk membuktikan kebenaran teorema Phytagoras, dapat dipergunakan banyak cara. Bahkan menurut pakar matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Phytagoras. Solusi matematika yang bersifat tunggal menimbulkan kenyamanan karena tegas dan pasti. Selain tidak membosankan, matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, tokoh fisika terbesar abad ke-20, menyatakan bahwa matematika adalah senjata utama dirinya dalam merumuskan konsep relativitasnya yang sangat terkenal tersebut. Menurut Einstein, dia menyukai matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja matematika mirip dengan cara kerja detektif, sebuah lakon yang sangat disukainya sejak kecil.
Memang, cara kerja matematika mirip sebuah games. Mula-mula kita harus mengidentifikasi variabel-variabel atau parameter-parameter yang ada melalui atributnya masing-masing.
Setelah itu, laksanakan operasi di antara variabel dan parameter tersebut. Yang paling menyenangkan, dalam melakukan operasi kita dibebaskan melakukan manipulasi (trik) semau kita agar sampai kepada solusi yang diharapkan. Kebebasan melakukan manipulasi dalam operasi matematika inilah yang menantang dan mengundang keasyikan tersendiri, bak sedang dalam permainan atau petualangan. Karena itu, tidak mengherankan jika terkadang kita menjumpai siswa yang asyik menyendiri dengan soal-soal matematikanya.
Selain itu, secara intrinsik matematika juga memiliki angka berupa bilangan bulat yang mengandung misteri yang sangat mengasyikkan. Anda dapat menunjukkan kemahiran menebak dengan tepat angka tertentu yang telah mengalami beberapa operasi. Bagi yang belum memahami matematika, kemampuan Anda menebak angka dianggap sihir, padahal itu merupakan operasi.
Matematika adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan. Karena itu, siapa pun mampu mempelajarinya dengan baik. Untuk itu, tugas utama kita adalah merobohkan mitos-mitos sesat di sekeliling matematika. ***

Photo Kegiatan MGMP Matematika Gugus Ciawigebang.

LEMPAR CAKRAM

(MGMP Penjasorkes Kuningan)

Lempar cakram (Bahasa Inggrisnya Discus Throw) adalah salah satu cabang olahraga atletik. cakram yang dilempar berukuran garis tengah 220 mm dan berat 2 kg untuk laki-laki, 1 kg untuk perempuan. Lempar cakram diperlombakan sejak Olimpiade I tahun 1896 di Athena, Yunani.
Cara melempar cakram dengan awalan dua kali putaran badan caranya yaitu: memegang cakram ada 3 cara, berdiri membelakangi arah lemparan, lengan memegang cakram diayunkan ke belakang kanan diikuti gerakan badan, kaki kanan agak ditekuk, berat badan sebagian besar ada dikanan, cakram diayunkan ke kiri, kaki kanan kendor dan tumit diangkat, lemparan cakram 30 derajat lepas dari pegangan, ayunan cakram jangan mendahului putaran badan, lepasnya cakram diikuti badan condong ke depan.
Latihan dasar menggunakan ring karet atau rotan
1.    Diawali dengan sikap tegap
2.    Langkahkan salah satu kaki sambil mengayunkan ring ke depan
3.    Lanjutkan ayunan hingga mengelilingi tubuh, jaga agar lengan memegang ring tetap lurus dan berada di bawah ketinggian bahu
4.    Langkahkan kaki lurus ke depan (berlawanan dengan arah tangan). Ikuti gerakan pinggul dan dada ke depan. Kemudian lepaskan ring, ayunkan tangan ke atas dan langkahkan kaki belakang ke depan.
Cara memegang cakram:
Pegang dengan buku ujung jari-jari tangan, ibu jari memegang samping cakram, kemudian pergelangan tangan ditekuk sedikit ke dalam
Mengayunkan cakram
Ayunkan cakram dengan ring ke depan dan ke belakang di samping tubuh. Pada saat mengayunkan cakram, tangan yang memegang cakram direntangkan sampai lurus. Jangan sampai lepas.

Gerakan lempar cakram
Ada 3 tahap dalam melempar cakram
1.    Persiapan o
a.    Berdiri dengan kedua kaki dibuka lebar
b.    Pegang cakram dengan tangan kanan. Ayunkan sampai di atas bahu sambil memutar badan ke kiri, kemudian ke kanan secara berulang-ulang. Saat cakram diayun ke kiri, bantu tangan kiri dengan cara menyangganya.
2.    Pelaksanaan
a.    Ayunkan cakram ke depan lalu ke belakang
b.    Pada saat cakram di belakang, putar badan dan ayunkan cakram ke samping-depan-atas (membentuk sudut 40o )
c.    Lepaskan cakram pada saat berada di depan muka
3.    Penutup
a.    Bantu lemparan dengan kaki kanan agar tercipta suatu tolakan kuat pada tanah sehingga badan melonjak ke depan-atas
b.    Langkahkan kaki kanan ke depan untuk menumpu, sedangkan kaki kiri diangkat rileks untuk menjaga keseimbangan badan.***

Foto Kegiatan MGMP Penjasorkes Wilayah Luragung.

KEPRIBADIAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER

.
Oleh :
UNAY NURMANSYAH 
(Guru Matematika SMP Negeri 1 Ciawigebang) 085 295 898 763

          Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?
          Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.
Ini tiada lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
          Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.
          Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?
          Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter  didik. Seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW FOERSTER mengatakan ada empat ciri dasar pendidikan karakter, yakni :
Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada  norma tersebut.
          Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap menghadapi situasi baru.
Ketiga,adanya otonomi,anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya.Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
          Penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja, namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
          Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
          Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalnya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan, bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
          Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia yang unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.

“Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau, Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda” – Soekarno
Dari penelitian diberbagai belahan dunia yang terus berkembang, hasil riset tentang tehnik penyerapan informasi ke otak dibagi menjadi 5 tahap :
a.    Membaca dengan prosentase penyerapan informasi 10%
b.    Mendengar dengan prosentase penyerapan informasi 20%
c.    Mendengar dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%
d.    Mengatakan dengan prosentase penyerapan informasi 70%
e.    Mengatakan dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%
         
          Dari informasi diatas mudah bagi kita untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk mendidik karakter anak bukan? Kalo mau hasil maksimal, dengan penyerapan diatas 50 % maka metode mendidiknya harus disesuaikan dengan cara otak menyerap informasi.
          Tentunya cara itu adalah kombinasi antara Melihat, Mendengar, Mengatakan dan Melakukan. Saya akan membagi 2 tahap penjelasan, yaitu:
.
1. Melihat dan Mendengar
          Adalah proses belajar yang ada contoh dan ada pengajarnya. Jika disekolah tentunya guru yang akan bersuara, jika dirumah maka orangtua. Sebagai guru tentunya harus memberikan contoh dan model karakter yang dikehendaki anak didiknya bagaimana serta mengajarkan “how to achieve”. Jadi pada dasarnya semua guru disekolah bisa menjadi guru pendidikan karakter, jika berkomitmen untuk menjadi contoh dan mau menjelaskan bagaimana agar siswa dapat memiliki karakter seperti gurunya. Sama halnya orang tua yang ada dirumah, siswa hanya 30% berada disekolah, 10-15 % lingkungan sosialnya dan sisanya dirumah. Maka porsi terbesar adalah orang tua yang menjadi guru pendidikan karakter bagi anaknya.
Seorang anak dari bayi, dia tidak mengenal bahasa. Saat dia kecil dia belajar dengan melihat contoh, dia belajar jalan, membuka pintu, menyalakan tv, semuanya melihat. Dan proses belajar seperti ini masih berlanjut pada kehidupan kita orang dewasa. Jadi jangan anggap sepele dalam sikap dan perilaku kita untuk memberikan contoh yang baik untuk pendidikan karakter anak.
.
2. Mengatakan dan Melakukan
          Ini terkait dengan peraturan dan sistem yang berlaku di lingkungan belajar pendidikan karakter (sekolah dan rumah). Bagaimana peraturan disekolah dan dirumah selaras dengan tujuan pendidikan karakter. Baiklah saya akan memberi contoh, di kuningan khususnya saya masih bisa memberhentikan angkutan umum sembarangan. Dimana saya ada di jalan raya, saya lihat ada angkutan umum saya tinggal angkat tangan saja maka amgkutan umum itu akan berhenti. Hal ini bisa berlaku di kuningan, tapi tidak di luar negeri. Di luar negeri, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti.

          Hal ini bisa berlaku di kuningan, tapi tidak di luar negeri. Di luar negeri, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti. Mungkin, saya akan ke halte jika mau naik kendaraan umum.
          Dalam pendidikan karakter juga diperlukan seting macam ini juga, seting lingkungan untuk mendukung perilaku Melakukan yang akhirnya akan terbiasa. Seperti ada pepatah bisa karena biasa, sama seperti halnya aturan baru dalam berlalu lintas. Belakangan ini banyak aturan baru sehingga jalan yang biasanya bisa 2 arah hanya satu arah untuk keefektifan pengguna jalan dan menghindari kemacetan, jika kita langgar maka tilang. Pertama terasa berat, setelah 1 bulan sudah biasa, tidak ada beban lagi. Manusia adalah mahluk yang mudah beradaptasi, terasa berat jika itu dijalankan terus menerus, maka lama-lama terbiasa. Dalam melakukan pola ini jangan lupa memberikan konsekuensi jika melanggar, tentunya konsekuensi yang mendidik dan tidak merusak harga diri anak. Contoh: jika melanggar maka mainan kesukaan anak akan disita 2 hari.
          Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
          “Banyak orang tahu apa yang baik, berbicara mengenai kebaikan namun melakukan yang sebaliknya”
          Pada awalnya manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian ada 4 macam. Ada banyak teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :
1.    Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.
2.    Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan sosial dan bersenang-senang.
3.    Plegmatis : tipe ini bercirikan suka bekerja sama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4.    Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
          Di  atas  ini  adalah  teori  yang  klasik  dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.
          Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.
          Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi. Mudah ya, penjelasan ini.
          Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
          Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.
          Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.
          Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan ini.
          Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki kontrol penuh atas karakter anda, artinya anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah tanggung jawab pribadi anda.***

Sumber rujukan : Timothy Wibowo. 2011. Kurikulum Pendidikan Karatker Anak

SENI SEBAGAI BAGIAN METODE PEMBELAJARAN

Oleh :  SUBAGJA, S.Pd.,M.M.Pd. (Guru SMPN 4 Kuningan)

Abstrak
Belajar dengan melalui seni seharusnya menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan dan membantu anak dalam memahami materi bidang-bidang ilmu lainnya. Dengan memperhatikan  karakteristik perkembangan anak usia SMP, pemanfaatan seni dalam proses pembelajaran akan dapat memaksimalkan kemampuan pemahaman terhadap materi pelajaran.

Pendahuluan
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi usia anak SMP. Pada rentang usia ini, rasa keingintahuan anak tumbuh subur sejalan dengan perkembangan psikis, fisik, emosi, dan social mereka yang pesat. Untuk keingintahuannya, mereka selalu mencari jawaban dengan cara-cara mereka yang khas, yaitu bermain.
Hampir semua aktivitas yang dilakukan manusia pada dasarnya bermain, mulai dari manusia zaman primitif hingga abad modern ini, antara lain; berburu, olah raga, menari, menyanyi hingga pertandingan/lomba. Aktivitas bermain terus melekat pada manusia hingga dewasa.
Pembelajaran di kelas seharusnya menjadi sebuah tempat yang mampu memfasilitasi kebutuhan mereka tersebut. Namun pada kenyataannya, ketika mereka berada di dalam kelas menjadi saa-saat yang tidak menyenangkan, terutama pada pelajaran yang dianggap sulit. Mereka menjadi gelisah, tegang, tidak dapat berkomunikasi. Kondisi yang tidak menguntungkan ini tentunya perlu diminimalis agar anak dapat memahami materi yang maksimal dalam suasana menyenangkan.
Pembelajaran yang sukses ditentukan oleh banyak factor, diantaranya adalah metode yang tepat dan efektif, media yang tepat, dan sikap guru yang mendidik dalam mengajar atau menyampaikan pelajaran. Sikap guru yang sabar, penuh perhatian, dan mendidik(bukan member instruksi) dalam mengajar berpengaruh secara signifikan dalam membangun dan memelihara suasana pembelajaran yang dilakukannya.
Memanfaatkan materi seni sebagai media sekaligus metode dalam pembelajaran di SMP adalah salah satu alternative yang dapat dipilih oleh guru. Dan salah satu alasan mengapa dengan seni, adalah karena seni merupakan bagian dari kehidupan dan aktivitas manusia dalam membangun peradabannya di atas bumi ini. dengan kata lain bahwa seni adalah suatu bidang yang sangat dekat dengan anak didik kita.

Pembahasan
Secara apresiatif anak pada usia pendidikan SMP sudah mampu merasakan dan menilai sesuatu obyek(alam atau karya seni) yang memiliki unsure estetis(keindahan). Mereka juga secara ekspresif telah mampu mengekspresikan pengalaman estetiknya dalam bentuk ekspresi yang spontan, lugas dan jujur sesuai dengan perkembangan kepribadiannya yang masih polos. Sesuai karakteristiknya maka dalam proses belajar mengajarnya, anak perlu difasilitasi dengan baik agar merekamenjadi  nyaman belajar.
Melalui seni setiap manusia mampu mengekspresikan pemahaman dan ide gagasannya, mengkomunikasikan kepada orang lain, sekaligus merefleksikan dan mengevaluasi semua apa yang diinginkan dan dipahaminya terhadap semua obyek yang terdapat di alam semesta ini. begitu pula dalam belajar, manusia mencoba mengenali, memahami, dan alhirnya memanfaatkan semua yang ada di alam ini beserta hasil budaya manusia. Bagi guru dan murid, seni dapat menjadi sebuah bentuk pengekspresian, komunikasi, imajinasi, observasi, persepsi, dan berpikir. Seni merupakan bagian integral dalam mengembangkan kemampuan kognitif seperti mencermati, berfikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Kesemuanya ini harus dilandasi oleh kedisiplinan,, dedikasi, dan kreativitas. (Goldberg dan Philip, 1992). Belajar dengan seni (learning with the art). Metode belajar dengan seni adalah guru menggunakan seni sebagai alat untuk menginformasikan meteri pelajarannya.  Begitu pula belajar melalui seni (learning through the art), merupakan  sebuah cara untuk mendorong anak menguasai dan mengekspresikan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran melalui seni. Lebih lanjut Droscher menjelaskan bahwa, belajar dengan seni memberikan kepada anak-anak sebuah pandangan budaya dan mengajarkan untuk berempati terhadap orang-orang pada budaya tersebut.                   
Secara konseptual seni sangat besar peranannya bagi proses pekembangan anak dan pendidikannya. Seni merupakan sarana yang paling efektif bagi pendidikan kreativitas, seni juga dapat menjadi sarana pendidikan afektif untuk menyalurkan emosi dan ekspresi anak, serta seni dapat menjadi pendidikan keterampilan. Mengingat kedudukan seni memiliki peran cukup penting sebagai media pendidikan, maka dalam proses pembelajaran idealnya diarahkan pada suatu pengembangan pengalaman seni peserta didik kea rah proses kreatif bukan saja sebagai audien atau pemerhati pasif. Kondisi pembelajaran tersebut akan lebih memungkinkan siswa mengembangkan kompetensi yang dimilikinya masing-masing.
Pada dasarnya semua siswa memiliki potensi kreatif yang harus dikembangkan agar mampu hidup penuh gairah, produktif, dan menyenangkan dalam melaksanakan perannya ketika proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran melalui media atau metode seni di sekolah bukan mencetak siswa untuk menjadi ahli dan pandai saja, tetapi diharapkan para siswa terjadi perubahan prilaku baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
Kesimpulan
Hasil pembelajaan melalui metode seni berorientasi pada pencapaian kompetensi untuk mengkonstruksi media pembelajaran, merespon makna pembelajaran, dan memproduksi makna pembelajaran. Sejalan dengan kurikulum pendidikan yang dirancang untuk membantu peserta didik menjadi pebelajar seumur hidup. Pebelajar seumur hidupyang dibentuk pendidikan seni memiliki karakteristik; berpengetahuan dengan pemahaman yang mendalam, pemikir yang kompleks,creator yang responsive, penyelidik yang aktif, komunikator yang efektif, partisipan dalam dunia yang saling ketergantungan serta pelajar yang mandiri dan reflektif (QSCC,2002). Belajar dengan seni dan belajar melalui seni adalah alternative lain yang menawarkan model pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi anak. ***


Pengarahan teknis penyusunan laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) oleh Ketua MGMP Gusus Kuningan, Subagja, S.Pd., M.M.Pd  sekaligus pemandu kegiatan.



PENERAPAN METODE KOOPERATF TIFE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

DALAM PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IX C Semester I SMPN 5 Kuningan)
.
Oleh : Liseu Kurniati

ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan metode kooperatif tife jigsaw. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana mengatasi rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Metode kooperatif tife jigsaw merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan prestasi belajar  matematika siswa. Model dalam penelitian ini adalah model penelitian tindakan kelas, penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus.
Subyek penelian ini yaitu kelas IX C sebanyak 33 siswa di SMPN 5 Kuningan. Kompetensi dasar yang dibahas dalam penelitian ini adalah bangun ruang sisi lengkung. Intrumen penelitian ini adalah soal-soal ulangan formatif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan penggunaan metode kooperatif tife jigsaw pada pembelajaran bangun ruang sisi lengkung prestasi belajar matematika siswa dapat meningkat, oleh karena itu para guru matematika diharapkan dalam pembelajaran menggunakan metode in
Kata Kunci :  Metode Kooperatif, Tife Jigsaw, Bangun Ruang Sisi Lengkung.

PENDAHULUAN
.
Upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, prilaku, pengetahuan, kesehatan, keterampilan dan seni. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapain kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. Dengan demikian, peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Pada masa sekarang dengan tuntutan mewujudkan masarakat seperti itu terasa sangat sulit, hal tersebut disebabkan karena prestasi belajar siswa yang rendah. Pada umumnya siswa yang mencapai KKM masih dibawah 50%, sedangkan menurut peraturan pemerintah harus mencapai minimal 85%. Peneliti merasa penyebabnya guru  selalu menggunakan metode yang sama pada setiap pertemuan. Sehingga siswa merasa bosan, jenuh dan bagi sebagian siswa ia merasa tertekan karena selalu didikte dan tidak diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah yang diberikan gurunya. Berdasarkan hal itu, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan menumbuhkan rasa keberanian siswa agar siswa bisa memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok. Dengan belajar berkelompok ini biasanya siswa lebih berani mengungkapkan pendapat Tanya jawab  antar siswa atau bahkan memberikan sanggahan. Kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa akan membuat siswa memahami materi lebih dalam dan ingat lebih lama. Dengan metode yang membuat siswa lebih senang dan nyaman  dalam belajar diharapkan siswa lebih termotipasi dalam mempelajari matematika.
Sebagai upaya dalam memenuhi tuntutan itu maka diperlukan perubahan dalam proses pembelajaran yaitu dengan penggunaan pendekatan pembelajaran yang lain.Pendekatan yang sesuai dengan KBK ( kurikulum berbasis kompetensi ) yaitu pendekatan CTL, yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan mereka. Pada pendekatan CTL salah satu metode yang bisa dipergunakan yaitu metode kooperatif. Kooperatif merupakan metode pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada metode kooperatif yang dianggap lebih efektip untuk pembelajaran bangun ruang sisi lengkung adalah tife Jigsaw. Dalam pembelajaran jigsaw siswa belajar kooperatif (kerja sama) dengan sesama teman. Kelebihan jigsaw adanya kelompok (tiem) ahli yang membahas satu masalah sampai benar-benar dipahami anak.
Begitu pula dalam statistika setiap tiem memecahkan satu permasalahan setelah permasalahan diselesaikan kemudian saling memberi informasi, jadi kelebihan anak mengkonstruksikan pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Dalam pembelajaran CTL Learning Community (masyarakat belajar ) merupakan hal yang harus diperhatikan, diantaranya pembelajaran dengan kooperatif learning. Tife pembelajaran yang termasuk kooperatif learning diantaranya Jigsaw. Pembelajarn dengan tife Jigsaw adalah pembelajaran yang menggunakan model tim ahli.
Langkah-langkah :
1.   Siswa dibagi kedalam 5 kelompok
2.  Setiap 2 orang dalam kelompok diberi bagian materi yang berbeda.
3.     Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari bagian / sub bab yang      sama   bertemu dalam   kelompok baru ( tim ahli ) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal  dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sunguh-sungguh.
4.   Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
5.   Guru memberi evaluasi.
6.   Menutup        
Mengingat luasnya permasalahan diatas dan untuk menghindari kekeliruan, penyimpangan arah dalam operasionalnya dan pembicaraan masalah lebih tepat sasaran, maka peneliti membatasi penelitian ini pada materi kelas IX  semester 5 dengan pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung dengan menggunakan penelitian tindakan kelas.
Dalam penelitian ini akan diteliti  pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw terhadap hasil belajar siswa. Jika ternyata penelitian ini menunjukan hasil yang baik, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas hasil belajar.
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah menguji hasil  pembelajaran matematika dengan menggunakan metode kooperatif learning tife Jigsaw melalui penelitian tindakan kelas. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan metode kooperatif learning tife Jigsaw dalam pembelajaran bangun ruang sisi lengkung.

METODOLOGI  PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMPN 5 Kuningan. Adapun yang akan menjadi  subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX C yang berjunlah 33 orang, dipilih sekolahnya tersebut sebagai tempat penelitian karena peneliti sedang bertugas di sekolah tersebut dan peneliti sudah mengetahui lingkungan sekolahnya. Dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang ditujukan untuk memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan selama proses pembelajaran, serta untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dalam proses pembelajaran tersebut.
PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat refektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek-prakrek pembelajaran di kelas, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. Karena itu guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat siswa terhadap pembelajaran dapat ditingkatkan. PTK juga didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelasnya secara lebih profesional.
Menurut Lambas (2004 : 5) mengatakan bahwa Sesuai dengan pengertian-pengertian penelitian tindakan kelas dapat diidentifikasikan karakteristik penelitian tindakan kelas yaitu :
1.    Situasional artinya berkaitan langsung dengan permasalahan yang konkrit dihadapi guru dalam kesehariannya. Hal ini dapat berkaitan dengan mengdiagnosa masalah dalam konteks tertentu. Masalahnya diangkat dari praktik pembelajaran kesehariannya yang dapat dirasakan oleh guru atau siswanya atau keduannya.
2.    Kontekstual  artinya upaya penyelesaian atau pemecahannya demi peningkatan mutu pendidikan. Prestasi siswa, profesi guru dan mutu sekolah tidak terlepas dari konteksnya dengan cara merefleksi diri yaitu sebagai praktisi dalam pelaksanaan tugas-tugas kesehariannya sekaligus secara sistemik meneliti dirinya sendiri.
3.    Bersifat kolaboratif dan partisipatif antara guru, siswa dan individu lain yang terkait dalam proses dengan pemebelajaran yaitu suatu satuan kerja sama secara langsung atau tidak langsung dengan perspektif berbeda. Misalnya bagi guru demi meningkatkan profesionalismenya, bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Kolaborasi diantikan sebagai kerja sama saling tukar menukar ide untuk melakukan aksi dalam rangka memecahkan masalah.
4.    Bersifat self-evaluatif ( evaluatif dan reflektif) yaitu kegiatan modifikasi praksis yang dilakukan secara kontinu, dievaluasi dalam situasi yang ada dan terus berjalan, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan perbaikan dalam praktik yang dilakukan guru.
5.    Bersifat fleksibel dan adaptif (luwes dan menyesuaikan) memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan. Adanya penyesuaian menjadikan prosedur yang cocok untuk bekerja di kelas yang memiliki banyak kendala yang melatarbelakangi masalah-masalah  di sekolah. Penelitian Tindakan Kelas lebih menekankan sifat tanggap dan pengujicobaan serta pembaharuan ditempat kejadian.
6.    Penelitian tindakan keles memanfaatkan data pengamatan dan perilaku empatik yaitu menelaah ada tidaknya kemajuan, sementara penelitian dan proses pembelajaran terus berlajan, semua informasi yang ada dikumpulkan, diolah, didiskusikan, dinilai oleh beberapa individu yang terkait untuk melakukan tindakan. Perubahan kemajuan dicermati dari waktu ke waktu dengan melakukan evaluasi formatif.
7.    Sifat dan sasaran penelitian tindakan kelas adalah situasional-spesifik, tujuanya pemecahan masalah praktis. Dengan demikan temuan-temuannya berguna dalam dimensi praktis tidak dapat digeneralisasi sehingga tidak secara langusng memiliki andil pada usaha pengembangan ilmu. Kejian permasalahan, prosedur pengumpulan data dan mengolehannya dilakukan secermat mungkin dengan mendasarkan pada keteguhan ilmiah.
Peneltian Tingkat Kelas PTK ini terdiri dari lima siklus dengan meteri statistika yaitu :
1.    Siklus pertama membahas tentang Tabung
2.    Siklus kedua membahas tentang Kerucut
3.    Siklus ketiga membahas tentang Bola
PTK dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur siklus yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1.    Perencanaan (planning )
2.    Tindakan (action) diikuti oleh pengamatan (obeservation).
3.    Refleksi (refleksion)

 HASIL PENELITIAN
Dari hasil analisis nilai rata-rata, daya serap kelas, ketuntasan belajar kelas pada pembelajaran pertama sampai ketiga presentasi belajar siswa mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena keaktifan anak dalam proses pembelajaran meningkat mulai dari memahami konsep sendiri, kemudian diskusi untuk memantapkan pemahaman di tim ahli. Disaat dikelompok kecil terjadi proses pembelajaran yang cukup  serius dengan penyampaian dari masing-masing anggota dengan materi yang berbeda. Dengan adanya proses itu pemahaman konsep anak lebih mantap ditambah dengan pengerjaan soal-soal latihan. Selain itu didukung oleh kesungguhan dari siswa untuk memahami pelajaran yang diberikan oleh guru
Pada tahap sharing terjadi pembahasan konsep yang lebih matang dengan guru sebagai fasilitator, sehingga semua siswa bisa lebih memahami konsep yang sedang dipelajari. Sebelum tahap penutup yaitu siswa mengerjakan beberapa soal sebagai ulangan harian siswa menyimpulkan konsep yang dipelajari saat itu, hal itu dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan rumus presentase daya serap dan ketuntasan belajar, untuk daya serap siswa sama dengan skor yang diperoleh dibagi skor ideal dikalikan 100 %. Siswa dikatakan tuntas belajar apabila daya serap siswa lebih besar sama dengan 75 %, sedangkan untuk daya serap kelas sama dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai lebih besar dengan 75 % dibagi dengan jumlah seluruh siswa dikali 100 %. Selanjutnya dari data ulangan formatif setiap akhir siklus pembelajaran dilakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran  tentang prestasi belajar siswa yaitu daya serap, dan ketuntasan belajar tiap individu maupun klasikal.
Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata kelas pada pembelajaran pertama adalah 57,88, daya serap kelas 57,88 %, ketuntasan belajar kelas 54,55 %. Pada pembelajaran kedua nilai rata-rata kelas adalah 71,82, daya serap kelas 71,82 %, ketuntasan belajar kelas 60,61 %. Pada pembelajaran ketiga nilai rata-rata kelas adalah 81,82, daya serap kelas 81,82  %, ketuntasan belajar kelas 84,85  %.
Dari hasil pembahasan tentang prestasi belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode kooperatif  tife Jigsaw dapat menciptakan kondisi siswa aktif dan senang. Prestasi yang dimaksud dalam penelitian ini diukur dari ketercapaian dan ketuntasan hasil belajar siswa. Ada sejumlah indikator yang dapat dijadikan tolak ukur  prestasi belajar, antara lain sebagai berikut :
1.    Siswa menguasai teknik dan cara mempelajari bahan pelajaran;
2.    Waktu yang diperlukan untuk menguasai bahan pelajaran relative lebih singkat;
3.    Teknik dan cara belajar yang lebih dikuasainya dapat digunakan untuk mempelajari bahan pengajaran lain; dan
4.    Siswa dapat mempelajari bahan pelajaran lain secara mandiri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil pengolahan data selama 3 (tiga) siklus yang meliputi analisis ketuntasan belajar tiap siswa, ketuntasan belajar kelas, daya serap siswa pada pokok bahasan maka simpulan yang dapat peneliti kemukakan adalah metode kooperatif tife jigsaw cukup efektif untuk meningkatkan prestasi matematika siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis ketuntasan belajar siswa dari siklus pertama sampai dengan siklus ketiga nilainya mengalami peningkatan baik nilai rata-rata, daya serap maupun ketuntasan belajarnya. Dengan adanya peningkatan nilai tersebut maka prestasi matematika siswa dikatakan meningkat.

Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran tife jigsaw di kelas IX C SMPN 5 Kuningan telah berhasil dan membawa dampak positif. Oleh sebab itu peneliti mengajukan saran dalam melaksanakan pengajaran matematika di sekolah sebagai berikut :
1.    Untuk lembaga pendidikan atau sekolah, agar memberikan perhatian yang lebih guna miningkatkan kegiatan belajar mengajar dengan mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana penunjang yang lebih lengkap.
2.    Untuk peneliti, agar melakukan penelitian yang sama dengan menggunakan model pembelajaran yang samauntuk cakupan materi berbeda dengan subjek penelitian berbeda dan lebih luas juga tempat penelitian yang berbeda.
3.    Untuk siswa penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa lebih serius dalam proses pembelajarannya.

Presentasi Ibu Liseu Kurniati, S.Pd dalam Lomba KTI PTK Hasil Kegiatan MGMP SMP Kabupaten Kuningan hari Kamis, 27 Desember 2012 di Gedung Guru/PGRI Kagupaten Kuningan.